Welcome to My Website. I studied engineering but later became a journalist, who then "rewarded" me with a Master's degree in Finance & Accounting ... but in the last 10 years, I trained and shared COMMUNICATION skills - not about money, or building materials. I fell in love with this knowledge, then deepened it scientifically as a Master in Communication Science. Now, I teach from Interpersonal, Self-Concept, Creative Writing, Family Communication to Media Handling Skills in corporations, government, and campus. That is ... my life is full of surprises and unusual dynamics.To know more about me, please follow my FB&IG at Feby.Siahaan

INKONSISTENSI KOMUNIKASI PADA INSTITUSI MEMBUAT EMPLOYEE PADA LARI

Dari pengalaman pribadi, maupun cerita dari banyak sumber di sana-sini, saya menangkap ada satu fenomena menarik pada perusahaan dan kebanyakan institusi.  Semacam kegalauan sikap, yang kemudian ditangkap oleh employee/karyawan sebagai sebuah inkonsistensi. Ketidakadilan. Mana ada manusia suka diperlakukan tidak adil. Ketika ada kesempatan, mereka pasti "lari" ke sekoci lain. Alias, resign. Cao.

Begini.

Saat recruitment, semua perusahaan akan mencari bibit bibit dengan IQ TINGGI. Semua saringan dan upaya penjaringan dilakukan intinya menemukan sosok yang pintar, cerdas dan kreatif serta inovatif. Brak!Bruk!Brak!Bruk!....singkat cerita ketemu.

Ironisnya, manajemen lupa...manusia cerdas dan kritis serta kreatif itu bukan robot. Mereka TIDAK bisa disetting:

[Command Prompt]//
                    Kritis terhadap
                 : Variable x = 'Client'
IF,
                 : Variable x =  peraturan perusahaan
                   Variable x =  keputusan manjemen,
THEN,
                 Kritis TIDAK BERLAKU
END
<>

Can not. Ora iso.

Perusahaan tidak bisa bermuka dua, dengan berharap staff hanya pintar dan kritis terhadap faktor eksternal dalam hal ini urusan pekerjaan. Sebaliknya, menjadi dungu, manut dan apatis terhadap faktor internal seperti company policy baru, sanksi dari perusahaan atau kondite bos yang asal asalan. 

Jika employee Anda adalah generasi milineal, bisa dipastikan mereka akan lebih berontak lagi jika menghadapi Budaya Perusahaan bermuka dua seperti itu. Milenial, by research, adalah generasi dengan IQ tertinggi sepanjang sejarah manusia. Mereka memiliki akses terhadap semua jenis informasi dan referensi. Saat merasa 'tidak sreg' mereka cepat berselancar di dunia maya, mencari tau standar di luar sana.

Lalu bagaimana?

Lesson learnnya adalah, perusahaan cq manajemen harus konsisten dengan komunikasi (pesan) yang mereka ciptakan dari awal. Merekrut orang pintar memiliki konsekwensi. Buka ruang bagi mereka bersuara, tapi jangan cuma formalitas belaka. Dengar, tampung, adjust.  Bukan: Dengar - Tampung - Endapkan.

*