Welcome to My Website. I studied engineering but later became a journalist, who then "rewarded" me with a Master's degree in Finance & Accounting ... but in the last 10 years, I trained and shared COMMUNICATION skills - not about money, or building materials. I fell in love with this knowledge, then deepened it scientifically as a Master in Communication Science. Now, I teach from Interpersonal, Self-Concept, Creative Writing, Family Communication to Media Handling Skills in corporations, government, and campus. That is ... my life is full of surprises and unusual dynamics.To know more about me, please follow my FB&IG at Feby.Siahaan

KEHILANGAN


Namaku Isaac Benino, biasa dipanggil Nino. Aku hanyalah anak satu-satunya dari keluarga sederhana yang tinggal di kota Bekasi. Akupun hanyalah anak yang bisa dibilang biasa saja dalam hal akademik. Karena aku anak tunggal, bukan berarti aku terus dimanja oleh kedua orang tuaku.

Kedua orang tuaku bukan termasuk orang tua yang memanjakan anaknya, namun bukan juga yang sering marah tak menentu. Ayahku orangnya tegas, sangat memperhatikan kedisplinan dan sikap. Ibuku orang yang suka menasehatiku, terkesan cukup banyak bicara namun tetap merupakan Ibu yang penyayang.

24 Juni 2019, kakekku dari ibuku seperti biasanya melakukan Medical Check Up di Penang, Malaysia untuk mengecek kondisi kesehatannya. Sebenarnya kondisi kakekku terlihat lebih sehat dari istrinya, nenekku. Tapi ternyata apa yang kita lihat dengan mata kita sendiri belum tentu sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Kakekku benar benar orang yang bijak, tidak banyak bicara, bisa dibilang pendiam dan yang terutama tekun dan pekerja keras. Dia benar benar sosok yang bisa dijadikan teladan mulai dari anak-anak, remaja bahkan dewasa sekalipun. Dengan mempunyai 6 orang anak, dia harus bekerja diberbagai tempat semasa ia muda di Medan. Diapun berhasil mendidik semua anaknya hingga sekarang  menjadi sukses.

Berbeda 180° dengan kakekku, nenekku orang yang banyak bicara, dan sangat tajam bila menyindir orang. Kata-katanya bisa menusuk hati. Namun nenekku tetap Ibu yang sangat penyayang bagi anak-anaknya, terlebih masakannya sangat enak. Kakek dan nenekku benar-benar kombinasi yang sempurna untuk sepasang suami istri.

Tanggal 25 Juni  benar benar hari yang mengejutkan bagi keluarga besar kami. Sehari setelah keberangkatan kakek dan nenekku cek kesehatan di Penang bersama anaknya yang kedua dan kelima, tante-tanteku. Sore harinya, sekitar pukul 5 sore,  tanteku memberitakan hal yang mengagetkan bagi kami semua. Kabar yang tidak pernah kami duga seumur hidup.

Ternyata kakekku yang selama ini terlihat lebih sehat mengidap penyakit Kanker di bagian pankreas, hati dan diduga sudah merambat hingga ke tulang belakangnya. Kankernya sudah mencapai stadium 4. Hal itu benar-benar memukulku dan keluargaku malam itu. Terlebih anak-anaknya, termasuk Ibuku yang menangis tak henti-henti sepanjang malam itu.

Yang membuat kami semua bingung ialah bagaimana cara menyampaikan hal itu ke kakekku. Apa yang akan ia katakan setelah tau kabar itu? Pada akhirnya setelah kembali ke rumhanya di Medan, semua dokumen hasil pemeriksaan disembunyikan  dari kakekku. Sementara kakekku tetap beristirahat agar penyakitnya tak menjadi semakin parah. Selama beberapa hari kami terus mendiskusikan dan memikirkan hal ini.

Beberapa hari kemudian, kami semua memutuskan untuk memberitahukan hal itu kepada kakekku setelah mendiskusikannya panjang lebar semalaman. Di pagi hari itu, seperti biasanya kakekku duduk di depan teras rumahnya untuk membaca koran. Kedua tanteku keluar, dan dengan nada pelan memberitahukan hal itu kepadanya.

Kakekku yang merupakan seorang dokter, ketika diberi surat pemeriksaan itu, tentu saja langsung menangkap separah apa sakit yang dideritanya. Namun diluar dugaan, setelah ia selesai membaca seluruh dokumen dalam kesunyian, diserahkannya semua kertas-kertas itu dalam diam, dan tetap melanjutkan aktivitasnya. Benar-benar sosok yang tegar dan kuat. Tidak pernah ia mengeluh karena penyakit yang diidapnya walau kami tau ia sering kesakitan akibat kanker di tulang belakangnya.

Oh iya, kenapa Ia tak dirawat saja untuk menyembuhkan penyakitnya? Karena dokter di Penang tersebut sudah mengangkat tangan dan menyerah untuk menyembuhkan penyakit kakekku. Bahkan dalam perkiraannya, kakekku hanya bisa bertahan dalam 4-5 bulan  saja.

Tapi beberapa hari kemudian, kakekku menyatakan keinginannya untuk dirawat dirumah sakit, hanya untuk mengurangi rasa sakitnya yang sudah tak tertahankan itu. Bahkan ke kamar kecil saja harus ditemani, jalan saja menggunakan kursi roda. Anak-anaknya pun menyetujui hal tersebut dan membawa kakekku ke Jakarta untuk diobati.

Akhirnya dari Medan, kami sekeluarga besar pulang kembali ke Jakarta bersama kakek dan nenek saya untuk merawatnya di Jakarta. Rencana awalnya hanya berobat jalan saja. Di rumah om saya di Jakarta, kakek saya dirasa bisa lebih senang karena dikelilingi oleh anak-anak yang dicintainya. Kamipun akan lebih mudah untuk merawatnya.

Di Jakarta, hampir setiap hari saya dan keluarga menjenguk kakekku baik di rumah maupun di rumah sakit. Kakekku dirawat di RS Siloam TB Simatupang. Dan ternyata dokter ahli kanker yang merawat kakekku tak lain adalah  muridnya saat menjadi dosen di Fakultas Kedokteran, USU Medan. Dokter yang merawat kakekku pun merasa sedih melihat keadaan dosennya dulu.

Karena dirasa tidak memungkinkan untuk berobat jalan karena kondisinya makin parah, badannya menguning, akhirnya kakekku dirawat inap di Rumah Sakit agar lebih mendapat perawatan lebih intensif. Tetap kamipun hampir tiap hari menemaninya di Rumah Sakit. Aku sepulang sekolah, dan ayahku sepulang kerja. Begitupun keluarga yang lainnya.

Perjalanan ke Rumah Sakit makin terasa biasa bagi kami, ibuku dan aku sepulang sekolah biasanya pergi ke Rumah Sakit menggunakan Grab. Di hari Sabtu, sepulang les aku dan kedua orangtuaku kesana. Begitu pula hari Minggu, sepulang Gereja kami pergi ke Rumah Sakit.

Kondisi kakekku  makin parah.

Dari yang dirawat di ruangan yang bisa dikunjungi banyak orang, menuju ke HCU yang dibatasi jumlah penjenguknya. Tidak boleh banyak orang yang menjenguknya. Kami menjadi terbatas dalam menemaninya, hanya nenekku saja yang boleh terus-terusan disana, itupun menggunakan masker agar steril.

Dari HCU pindah ICU yang lebih intensif. Kondisi kakekku sudah tak sadar. Sudah banyak terpasang alat medis di tubuhnya. Sangat sedih kami melihat kondisinya. Sudah banyak pula saudara dan rekan-rekannya yang menjenguknya. Sangat banyak orang yang peduli dengannya.

Akhir Juli, karena alat medispun sudah tak bisa membantu banyak akhirnya kakekku pindah ke ruang rawat semula agar bisa ditemani dengan semua anak dan cucunya. Hal itupun agar penjenguk lebih mudah untuk masuk menemani. Saat itu hari Senin aku izin pulang dari sekolah untuk melihat keadaan kakekku.

Waktu terus berlalu, kondisi kakekku pun makin parah, kesadaran kian berkurang, badan pun mulai terlihat makin menguning. Bahkan morfin pun tak cukup ampuh untuk menghilangkan rasa sakit yang dirasakan oleh kakekku. Kami semua sangat sedih melihat kondisinya yang biasanya sangat bugar dan sehat kini terbaring lemas dengan kondisi yang tak sadarkan diri. Kini, semua hanya bisa menemaninya sembari berdoa terus.

Akhirnya pada 3 Agustus 2019, hari Sabtu aku yang sedang siap-siap pergi ke les mendapat kabar bahwa kakekku terus kian melemah secara drastis, detak melemah, tekanan darah sangat lemah. Kami sekeluarga dengan kencangnya melaju menuju ke rumah sakit. Selama perjalanan kabar terus datang bahwa kondisi makin melemah.

Sekitar 13.15 WIB kami sampai di rumah sakit.

Pukul 13.43 WIB kakekku menghembuskan nafas terakhirnya di RS Siloam.

Pada keesokan harinya kami semua pulang, terbang ke rumah kakekku di Medan untuk mengikuti acara adat dan pemakanan disana. Saat itu saya baru sadar, banyak sekali yang sayang dan peduli dengan kakekku ini, melihat banyaknya kerumunan orang yang datang. Dalam prosesi adat banyak sekali kejadian-kejadian yang mengharukan, sampai-sampai saya dan yang lainnya pun tak sanggup membendung air mata.

Sungguh, kakekku benar-benar sosok inspirasi bagi banyak orang yang mengenalnya. Mulai dari istrinya, anak-anaknya, cucu-cucunya termasuk diriku. Ia juga inspirasi bagi rekan-rekannya semasa kuliah, rekan dosennya, murid-muridnya yang terhitung banyaknya, ada yang menjadi dokter dan perawat yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia dan Malaysia.

Kami semua benar-benar merasa kehilangan. Sangat banyak hal yang bisa diteladani dari kakekku. Mulai dari ketekunan, berkerja keras, rendah hati dan kebijaksanaannya. Ia merupakan sosok suami, ayah, dan kakek idaman semua orang. Benar-benar sosok yang menginspirasi saya hingga sekarang. 

Agar Perusahaan (Jadi) Ramah Lingkungan


Oleh Aurora Silitonga


Bagaimana membuat jera perusahaan perusak lingkungan?

Pahamilah bahwa bagi perusahaan, yang paling menakutkan adalah bokek, tidak punya uang. Tidak ada cash, sama saja bisnis mandek. Tidak bisa membayar upah, supplier, distribusi, retribusi dan lainnya. Lalu uang itu datang darimana? Ya salah satunya dari dompet Anda, para konsumen, para pembeli barang dan jasa.

Jadi, sadar tak sadar, Anda semua punya kendali atas mati hidupnya sebuah perusahaan. Konsumen memiliki bargaining power atas perilaku sebuah perusahaan yang produknya dijual kepada masyarakat luas. Saya dan Anda bisa mendikte proses produksi dari perusahaan-perusahaan dengan membeli lebih, atau sebaliknya mogok membeli, produk dan jasa yang mereka produksi.
,
Nah, pemikiran yang sama melahirkan gagasan pembiayaan berkelanjutan. Gagasan ini mendorong penanam modal untuk menanamkan uangnya di perusahaan-perusahaan yang “baik” secara social, mendukung keberlanjutan lingkungan dan tata kelola. Atau istilah globalnya Environmental, Social, Governance, disingkat ESG. Penanam modal akan enggan menanamkan uangnya di perusahaan yang “nakal” karena ada resiko konsumen memboikot produk mereka. Bila hal tersebut terjadi, modal yang ditanamkan oleh perusahaan financing terancam sia sia.

Tahun 2017, dan 75% investor individual mulai berkomitmen untuk menanamkan modal lebih banyak ke perusahaan-perusahaan taat ESG.

Lalu, tahun 2019 , sekitar 62% institusi keuangan seluruh dunia menetapkan prinsip-prinsip tersebut dalam keputusan investasinya.

Sayangnya, jumlah mereka masih belum cukup untuk memaksa perusahaan taat kepada ketentuan ESG. Logikanya, toh masih ada 38% investor lain yang bisa didekati. Akhirnya korporasi pun terus menunda (atau menolak) untuk memberlakukan  prinsip prinsip bisnis yang ramah lingkungan dengan lebih radikal. Keengganan ini terlihat dari masih sedikitnya perusahaan yang memublikasikan Laporan Pelaksanaan ESG mereka.

Untunglah pemerintah tidak tinggal diam.

Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 59 tahun 2017, Indonesia mewajibkan perusahaan melampirkan data emisi dan dampak lingkungan lainnya dalam laporan keuangan mereka. Akan tetapi peraturan ini masih dalam tahap transisi dan belum diwajibkan secara penuh. Peraturan ini juga tidak mencantumkan hukuman bagi perusahaan-perusahaan yang lalai.

Antiklimaks. Akibatnya, beberapa perusahaan mencantumkan informasi yang ala kadarnya saja. Kalaupun dilampirkan, informasinya sulit diakses dan tidak mudah dipahami masyarakat awam. Bila informasi tidak tersedia dengan jelas, baik investor individual, masyarakat, atau institusi keuangan sulit untuk memilah mana perusahaan baik yang pantas menerima investasi atau pembelian mereka.

Kalau pemerintah kesulitan, maka masyarakat bisa ambil tindakan. Caranya seperti yang di awal disinggung. Yaitu dengan mengonsumsi dan membeli produk atau jasa yang dihasilkan dari perusahaan ramah bumi, ramah kehidupan. Hal itu harus dibuktikan dan divalidasi dari keberadaan laporan Sustainability Report yang berstandar internasional. Bukan asal asalan.

 Dengan begitu, perusahaan-perusahaan yang baik akan lebih termotivasi untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja lingkungan yang baik. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang buruk atau tidak jelas reputasinya akan kehilangan minat dari konsumen dan investor. Untuk mendapatkan kembali keuntungan yang hilang, perusahaan-perusahaan ini akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola mereka.

Fenomena ini dibuktikan oleh Matsumura – seorang peneliti dari Wisconsin School of Business -  di tahun 2014 dimana perusahaan-perusahaan Amerika mengalami peningkatan nilai perusahaan sekitar dua juta dollar AS apabila melampirkan data kinerja lingkungan dibandingkan perusahaan yang tidak melampirkan informasi. Begitu pula perusahaan yang tinggi emisi akan mengalami penurunan nilai perusahaan sekitar dua ratus dollar AS.

Tidak hanya menjaga perilaku perusahaan-perusahaan agar tidak nakal, membeli produk atau menanamkan modal pada perusahaan-perusahaan berkelanjutan juga memberikan keuntungan-keuntungan lain bagi masyarakat. Membeli produk perusahaan taat ESG berarti masyarakat tidak berkontribusi terhadap kerusakan iklim dan ekosistem sehingga konsumen bisa tidur lebih tenang tanpa rasa bersalah.

Selain itu, tentu lingkungan tempat hidup konsumen dan juga sekitar pabrik perusahaan taat ESG bisa lebih asri dan aman dari kerusakan. Investasi pada perusahaan taat ESG juga lebih aman secara jangka panjang.

Perusahaan-perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik lebih aman dari risiko terkena sanksi pemerintah dan masyarakat akibat tindakan buruk mereka pada lingkungan. Konsumen dan investor juga akan lebih aman dari risiko kehilangan keuntungan akibat perubahan iklim. Perubahan iklim dapat menghentikan kegiatan produksi akibat bencana, habisnya sumber daya untuk faktor produksi, dan risiko fisik lain yang muncul akibat dampak buruk perusahaan pada lingkungan. (*)


(Tulisan ini adalah salah satu hasil dari latihan pada training ‘Creative Writing for Researcher’ – 17-18 Desember 2019 di Jakarta) 


Kabung Yang Berkabung:Menanti Harapan Terang dari Energi Tebarukan


Oleh Anindita Nur Annisa

Temaram malam menemani kami - para peneliti - menyantap hidangan ikan bakar serta cumi cabai hijau yang baru selesai dimasak. Suara ombak berdebur pelan dari tepi rumah panggung tempat  menginap. Hati bahagia, semua terasa sempurna…….sampai tiba pada urusan maha penting itu: Mengisi baterai ponsel alias nge-charge. Deg! Dada serasa digodam. Ternyata listrik tak cukup.

Begitulah kehidupan sehari-hari di Pulau Kabung, Kalimantan Barat, lokasi penelitian terkait listrik  panel surya selama beberapa hari.

Sudah 74 tahun Indonesia merdeka, namun baru empat tahun terakhir penduduk Pulau Kabung merasakan listrik. Itupun ala kadarnya. Tahun 2016, Kementerian ESDM menyumbangkan satu set panel surya lengkap dengan baterai untuk melistriki 220 keluarga di Pulau Kabung yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Listrik yang diberika terbatas, hanya 300 watt per rumah. Paling paling cukup untuk lampu serta satu- dua peralatan elektronik seperti TV. Makin miris karena beberapa bulan terakhir listrik mulai tidak stabil karena adanya kerusakan pada salah satu panel surya.

Nestapa warga Kabung sangat kontras dengan masyarakat perkotaan yang bergelimang listrik. Bulan Agustus lalu, masyarakat Jakarta dan sebagian Jawa Barat serasa kiamat lokal karena PLN ngadat seharian. Sosial Media spontan dipenuhi caci maki. Cercaan terhadap Perusahaan Listrik Negara muncul disana-sini. Padahal gelap ‘sehari’ saja. Klimaksnya adalah saat presiden menjambangi kantor PLN membawa murka. Barangkali warga ibukota tak tau, dibanyak pelosok negara ini, fenomena hidup dalam gelap adalah santapan sehari-hari banyak keluarga. Padahal, listrik merupakan elemen kunci yang dapat mendorong pemberdayaan masyarakat setempat. Penduduk Pulau Kabung, misalnya, dapat meningkatkan kapasitas hasil lautnya jika mereka bisa memasang kulkas untuk menyimpan hasil lautnya agar lebih tahan lama.

Energi terbarukan (ET) sesungguhnya bisa menjadi solusi yang tepat untuk melistriki Indonesia Timur serta wilayah Indonesia dengan akses yang sangat sulit. Pemerintah Indonesia juga sudah memberikan sumbangan pembangkit listrik energi terbarukan ke berbagai daerah di Indonesia secara cuma-cuma. Sayangnya, masih terdapat tantangan dalam pengelolaan pembangkit energi terbarukan yang membuat operasional tidak bisa berjalan baik. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 142 proyek ET yang mangkrak dengan total nilai kerugian sebesar Rp 1,17 triliun.

Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari "proses alam yang berkelanjutan", seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air proses biologi, dan panas bumi. Kalau yang sekarang banyak digunakan adalah energi dari bahan bakar hidrokarbon, seperti dari batubara, minyak bumi atau gas alam yang sebenarnya tidak ramah terhadap lingkungan. Dan yang lebih penting, yang terakhir itu tidak terbarukan, atau dengan kata lain: akan cepat habis.

Ada beberapa masalah yang jadi kendala Energi Terbarukan ini tidak bisa berjalan baik. Yang paling utama adalah kompetensi para teknisi.  Memang pemerintah telah memberikan pelatihan terhadap para operator pembangkit ET dari berbagai daerah, namun pelatihan tidak diberikan secara rutin dan hanya mencakup metode pengoperasian dan perawatan aset. Operator tidak diajari cara menangani kerusakan pada aset ET, yang justru sangat penting.

Selain itu, chanel komunikasi dari tingkat desa menuju pusat juga tidak lancar. Masyarakat di pelosok seringkali kesulitan dalam menjangkau pemerintah daerah maupun pusat untuk meminta bantuan terkait ET. Sebaliknya, pemerintah pusat juga mengalami kesulitan mendapatkan laporan langsung di lapangan. Ujung ujungnya, jadi sulit menetapkan prioritas daerah yang harus mendapatkan bantuan kelistrikan.

Beberapa hal yang harus diperbaiki adalah peningkatan pelatihan serta pendampingan untuk masyarakat yang mengelola energi terbarukan. Selain itu, pemerintah perlu membangun sistem informasi dan pengawasan yang efisien dari tingkat tapak ke tingkat nasional dalam pengelolaan ET di Indonesia untuk memperlancar komunikasi antarkeduanya. (*)

(Tulisan ini adalah salah satu hasil dari latihan pada training ‘Creative Writing for Researcher’ – 17-18 Desember 2019 di Jakarta)

Journalism (TIDAK) Akan Mati

DUA GRADUATION, dalam rentang 3 hari.
Pertama Program tuk Wartawan Perbankan, kedua tuk Wartawan Kesehatan.
.
I probably one of few people that still believe in The Power of (mainstream) Media....walau manusia jaman now lebih akrab dengan Social Media tuk cari/dapat informasi. .
.
Journalism itu lahir lewat sebuah proses panjang, teruji ratusan tahun dan mengalami  serangkaian proses observasi, validasi sebelum akhirnya melahirkan Teori teori Reporting, News Gathering dan Writing. Walau marak, Social Media tetap pendatang baru dan tak (belum) jelas manfaatnya bagi peradaban manusia modern.....selain menjadi elemen dari sebuah disrupsi yang bikin pening.
.
So, semangat terus....wahai Pengabdi Liputan 👍🍷

Attending Bali Democracy Forum 2019 (before Pandemic outbreak)

 The Bali Democracy Forum (BDF) is a meeting held in Bali, and attended by representatives from nations in the Asia Pacific region. The forum was initiated by Indonesia in 2008 with the stated aim of fostering democracy, human rights, equality, and mutual respect.

As of 2018, there have been 11 forums, held each year since 2008. 58 nations have attended the forums, with some from outside the Pacific region, such as Yemen and Afghanistan. The forum has been the subject of controversy and has been boycotted by several groups because of the perceived lack of democratic ideals in Bali, the removal of direct elections for local bodies, and the banning of protests during the forum itself.[2]

BDF participants are encouraged to discuss democracy constructively, regardless of their own political taboos or restrictive standardization. The BDF encourages participants to share their experiences in accordance with the conditions of each country.


NOTE TENTANG UAS ILKOM PJJ

Dear Mahasiswa,

Untuk Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
1. Media dan Budaya POP
2. Etika dan Filsafat Komunikasi,

1. Berbentuk Essay
2. Buku Tertutup
3. Materi HANYA setelah UTS saja (Chapter 9, 10 dst).

KHUSUS UNTUK MAKUL Etika dan Filsafat Komunikasi, pelajari hal hal berikut:
1. Teori Deontologi, Teleological dan Teori Aristoteles Goldean == Pahami maknanya APA, bukan di hapalan definisinya.
2. Chapter 12
3. Chapter 13

Terima kasih.

Salah Pilih Fakultas Berakibat Bunuh Diri



Semua berawal saat Dinda, masuk ke fakultas yang dia tak terlalu senangi. Rasa galau berakumulasi dengan masalah lain...menyababkan prestasi akademisnya terus merosot. Dari IPK 3,...turun ke 2,.. dan terakhir ke 1,...   Kiamat serasa di depan mata. Kedua orangtuanya sudah bercerai, Dinda tak punya tempat lain untuk membagi pedih dihati. Teman tuk berbagi juga tak ada............

Dinda semakin terasing, terisolasi, dan tak mau bersosialisasi.

Tiga kali Dinda berusaha membunuh dirinya sendiri. TIGA KALI........

Orang tua, jangan remehkan soal depresi pada remaja.

Jangan berpikir semua baik baik saja, hanya karena mereka masih bernyawa.
--------- ---------------

*Tayangan ini adalah tugas akhir dari Sandra Insana dari CNN Indonesia - salah satu wartawati peserta Health and Nutritioun Journalist Academy (HNJA) 2019 yang digagas oleh AJI Indonesia dan dibantu oleh Danone Indonesia. Sejak 2017, saya ditugasi menjadi salah satu mentor merangkap jadi Kepala Sekolahnya. Jayalah terus Pers Indonesia!

Baca Juga: Suka Duka RS Terapung Airlangga: Operasi Katarak Kala Kapal Bergoyang
---- ----





Suka Duka RS Terapung Airlangga: Operasi Katarak Kala Kapal Bergoyang (Tamat)



Bayangkan. Ombak sedang tak bersahabat, tapi operasi mata harus tetap dilakukan….

*

Suatu hari siang bolong, di Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Mataalang, Kecamatan Liukang.

Dokter Trianggono Bagus Aryanto, sudah siap mengambil tindakan atas pasien ibu hamil dihadapannya. Di tangannya sudah tergenggengam peralatan untuk pemeriksaan. Tetiba saja ia sadar akan sesuatu,

“Saya perlu listrik untuk USG, ada genset?”

Dalam sekejab belasan bapak yang sebenarnya sedang antri untuk berobat, sibuk bergerak kesana kemari, mencari genset. Maklumlah, di desa ini semua terbatas. Apalagi listrik. Sumber energi itu hanya tersedia di malam hari. Itu sebab pemeriksaan masih bisa di desa, namun jika harus ada operasi maka pasien harus di boyong ke RS Terapung.

Genset pertama dibawa ke pustu.

‘Grrrrrkkkkk……brettt…betttt….ettttt.” Beberapa kali tuas ditarik dan gagal.

Hampir menyerah, datang genset kedua. Hanya satu dua tarikan saja, berhasil

Hari-hari berikutnya, kami harus menjadwal untuk mengisi batre handphone. Meski tak ada sinyal internet dan hanya satu operator telepon saja yang bisa masuk, kami tak bisa lepas dari

Selain listrik dan sinyal yang sulit, air pun terbatas. Di Pulau Sapuka, perhentian kami yang berikutnya, hampir semua sumur payau. Anyepnya air paling terasa saat menyikat gigi. Duh! Kecut di bibir. Tapi apa mau dikata. Teh manis saja bisa berasa asin, bukan manis.

Di kapal, semua orang harus menghafalkan warna pralon. Untuk mandi, maka yang dinyalakan adalah kran dengan peralon warna putih. Itu tandanya air tawar. Sementara untuk menyiram kotoran, gunakan keran dengan peralon biru yang dialiri oleh air laut.

Pengalaman lainnya adalah operasi di dalam kapal. Saat itu kami masih berlabuh di dekat Pulau Matalaang. Kapal tak bisa menepi karena air surut. Sehingga kapal buang jangkar agak jauh dari dermaga. Angin bertiup agak kencang. Ombak mengayun-ayunkan kapal. Kalau yang tak biasa, satu jam saja di atas kapal sudah mabok laut.
*
Suatu hari dalam perjalanan kami, Dokter Ganesa Wardana dan Dokter Zulfikri Halim mendapat banyak pasien mata. Warga pesisir dan kepulauan memang rawan penyakit mata. Hal ini karena paparan sinar matahari yang lama. Beberapa orang dijadwalkan operasi untuk mengambil selaput pada matanya. Ada juga yang harus operasi katarak.

Mereka berdua melakukan operasi di ruang operasi atas, khusus operasi minor. Satu jam berlalu dan baik-baik saja. Satu pasien terlewati. Namun pada operasi selanjutnya, perut mual tak tertahankan.

"Perlu hati-hati juga karena kapal ada goyangan," ucap Zulfikri saat bertemu Jawa Pos di dapur kapal. Dia akan mengambil makan. Mengisi perut agar tak kosong. Konon ketika perut kenyang, risiko mabok laut berkurang.

Hal-hal serupa juga terjadi dipulau selanjutnya, Sapuka dan Sailus. Warga nampaknya rindu dengan aksi bakti sosial ini. Hal itu terbukti dari banyaknya warga yang tidak melaut. Pengobatan dengan membawa dokter spesialis ini dirasakan warga 15 tahun lalu. "Dulu kalau mau periksa harus di kapal. Jadi sekarang warga sudah menyiapkan perahunya," tutur Kapolsek Liukang Tangaya Supriyadi. Menurutnya, beberapa warga tanya kapan RSTKA  datang lagi. "Setiap tahun sekali ada kegiatan, masyarakat sudah bersyukur," ucapnya.

Di Pulau Sailus, sambutan warga tergambar sejak kapal akan merapat di pulau. Satu kapal dengan bendera warna-warni menyambut Ksatria Airlangga. Dalam kapal itu, empat orang lelaki menabuh gamelan. Meriah.

"Harusnya tiap propinsi yang memiliki pulau, wajib memiliki rumah sakit terapung," saran Direktur RSTKA dr Agus Harianto. Kapal menjadi langkah strategis untuk mendekatkan layanan kesehatan pada masyarakat kepulauan. Sehingga setidaknya masyarakat dapat tertangani, tak perlu menunggu untuk dirujuk. "Ini kewajiban pemerintah," imbuhnya.

Sepuluh hari Ksatria Airlangga melayani masyarakat di Kecamatan Liukang Tangaya. Setiap orang yang di dalamnya mungkin sudah kebal dengan gelombang laut. Di penghujung hari ke-10 sang Ksatria menuju Labuan Bajo, mengantarkan punggawanya kembali. Di perjalanan, kawanan lumba-lumba bermain di sekitar kapal. Mereka berenang mengiringi kapal yang melaju. Sesekali melompat. Mungkin, ini salah satu pengingat bahwa di tengah laut sana ada masyarakat yang masih butuh obat. (lyn)
Tim Medis RS Terapung

Transfer Pasien ke RS Terapung



Wartawai Peliput RS Terapung

Seorang Wartawati 2 Minggu Tinggal di RS Terapung. Ikuti Tulisannya : "12 JAM UNTUK SELAMANYA" (Bag 1)

Selama 14 hari, wartawati Jawa Pos Ferlynda Putri ikut melaut bersama RS Terapung Ksatria Airlangga . Misi kapal ini adalah mendatangi pulau pulau terpencil, yang di peta hanya terlihat seperti noktah merah atau hitam. Pulau yang begitu terpencilya,  hingga luput dan  tak terjamah oleh fasilitas kesehatan yang mumpuni. 

Liputan yang kemudian berbuah sebuah tulisan panjang ciamik ini, adalah syarat kelulusan dari Program Health & Nutrition Journalist Academy (HNJA) 2019 yang diselenggarakan oleh Sekolah AJI Indonesia. Sebuah kegiatan tahunan berdurasi tiga bulan bagi wartawan nasional yang meliput isu isu kesehatan.

Wartawan tangguh siap menanggung semua konsekwensi demi menyajikan informasi terbaik bagi pembaca. Mengarungi laut lepas, ombak besar dan angin laut yang sering tak bersahabat adalah harga yang harus dibayar. Belum lagi harus meneguh teh manis rasa garam nyaris setiap hari, makan dengan menu terbatas dan tidur diantara peralatan ruang operasi atau tumpukan obat obatan. Maklum, kapal ini bukan sebesar Titanic....sebuah kapan ala Phinisi berukuran sedang saja. 

Liputan investigasi ini sudah dimuat di Koran Jawa Pos edisi 10 November 2019. Namun tulisan yang dimuat di situs ini adalah versi non edited, supaya Anda lebih puas membacanya.

Selamat membaca.
Febs - Kepala Sekolah HNJA 2019

----------------- ------------------ -------------------------- ------------------------------

Sawanti yang malang, dari Desa Matalaang, Kecamatan Liukang Kepulauan Pangkajene.

Perempuan ini kehilangan janin berusia lima bulan diperutnya. Kandungannya yang lemah, membuat janin  harus lahir prematur. Sayang, masalah timbul ditengah persalinan. Ari ari lengket, dan tidak bisa keluar. Mantri puskesmas bingung, tak tau harus berbuat apa. Mau tak mau Sawanti harus dirujuk ke rumah sakit di perkotaan.

Tapi Pangkajene bukan seperti Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu, yang gampang mencari kapal menuju kota besar. Tak banyak pilihan angkutan, yang ada hanya lautan. Kota terdekat adalah Makassar yang bisa dicapai dengan 12 jam perjalanan laut. Pun, saat itu sedang musim ombak besar. Maklum, itu bulan Agustus yang oleh warga kampung disebut musim sulit. Musim angin menyebabkan ombak tinggi. Jika nekat nyebrang, risikonya nyawa melayang.

Suami Sawanti, Basri, tidak bisa segera melarikan istrinya ke Makasar. Tidak ada juragan kapal yang mau meminjamkan kapalnya hari itu. Sementara itu kapal perintis belum bisa bersandar di Pulau Matalaang. Dua hari Sawanti harus menahan sakit. Ari-arinya masih belum keluar.

"Saya pinjam perahu saudara. Saya nekat ke Makasar ditemani ponakan yang baru lulus sekolah kebidanan," tutur Basri dengan dialeg Makasarnya.

Ombak masih tinggi. Basri yang menjadi juru kemudi. Disampingnya, Sawanti tidur menahan sakit dan pasrah menunggu nasib.

Menurut keterangan saudaranya, tali ari-ari atau plasenta sudah di lubang vagina. Agar tak kembali masuk, maka diikat. Basri tentu tak tega melihat keadaan sang istri. "Ada darah. Saat sudah dekat Makasar, ari-ari itu masuk," kenangnya. Kejadian ini membuatnya tambah panik. Sayang, kapal tak bisa melaju lebih cepat.

Kejadian tersebut tak bisa dilupakan pasangan suami istri yang sudah dikaruniai 11 anak itu. Beruntung nasib baik masih berpihak. Tim dokter di Makasar berhasil membantu mengeluarkan ari-ari dan Sawanti berhasil diselamatkan, walau ia harus kehilangan buah hati.
*
Kasus kehamilan berisiko tinggi memang banyak di Liukang.

Camat Liukang Tangaya Aminullah Umar menyatakan, penyebabnya adalah kebiasaan pernikahan dini yang sulit dihentikan. Disana, anak laki-laki yang sudah bisa menyelam untuk mencari ikan dibolehkan untuk menikah. Bahkan, anak laki-laki yang akan bekerja harus menikah terlebih dahulu. Alasannya agar uang hasil mencari ikan tidak lari ke mana-mana.

Mau menuntut ilmu tinggi tinggi pun susah. Sekolah hanya sampai SMA. Itupun hanya ada di beberapa pulau. Tak ada pilihan, plus tak banyak hiburan. Maka, pernikahan dini pun semakin terbuka lebar.

Selain risiko dalam kehamilan, pernikahan dini juga berisiko dalam hal pengasuhan. Akibatnya adalah stunting. Dokter Andi Cahyadi SpA yang turut dalam pelayanan Ksatria Airlangga di Pulau Matalaang dan Sapuka menyatakan bahwa lebih dari 50 persen anak yang diperiksa di RS Terapung, mengalami stunting.

Dokter spesialis anak RSUD dr Soetomo itu menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat. Sebagian besar penduduk memang nelayan. Lucunya, anak-anaknya justru sedikit mengkonsumsi ikan. Mungkin karena berpikir lebih baik dijual, supaya dapat uang. Selain itu, angka cacingan juga tinggi karena tidak ada jamban. Semua ini berakumulasi memorak-morandakan kesehatan anak.

Permasalahan lainnya adalah soal sistem rujukan. Meski ada puskesmas, namun untuk kasus-kasus sulit rata-rata dirujuk. Tidak ada tenaga kesehatan yang mumpuni.

Nah, untuk mencapai rumah sakit rujukan harus menggunakan kapal. Jika tidak ada jadwal kapal perintis, maka menggunakan kapal nelayan. Lamanya perjalanan kerap kali membuat fatal kondisi si sakit. Seperti yang dialami Darmawan. Perempuan yang kerap disapa Darma itu harus kehilangan suaminya, Sahrirudin, yang mengalamin stroke. Mantan mantri di Pulau Sailus itu meninggal di atas kapal perintis menuju Makasar. "Seandainya cepat, mungkin suami saya tertolong," ungkap Darma. Matanya berkaca-kaca.

Untuk menangani peliknya permasalahan kesehatan di wilayahnya, Pemda Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) sebenarnya sudah melakukan berbagai macam hal. Kepala Dinas Kesehatan Pangkep dr Indriyanty Latief mengungkapkan sudah ada upaya mengurangi kehamilan berisiko dan stunting. Kapal untuk rujukan pun sudah disediakan meski sarana pendukungnya minimal dan biaya pengoperasian cukup tinggi. "APBD kami tidak banyak. Harapannya ada perhatian dari pusat," tuturnya.

Cerita yang dialami warga Liukang baru satu contoh. Masih banyak warga senasib di kepulauan yang terpencil dan tersebar.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengaku komit untuk memperbaiki pelayanan kesehatan bersama dengan pemerintah daerah. Sarana dan fasilitas kesehatan akan dipenuhi. Begitu juga dengan tenaga kesehatan. Menurutnya hal itu sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo. Kemenkes juga akan berupaya untuk menyediakan alat kesehatan dan obat yang terjangkau. Salah satu upayanya adalah mengoptimalkan produksi dalam negeri. Sejauh ini, Indonesia telah bisa membuat tempat tidur hingga stand jantung. ”Kalau perlu, ada aturan BPJS Kesehatan atau perhimpunan tenaga kesehatan agar membujuk menggunakan alat kesehatan dalam negeri,” bebernya

Lalu bagaimana dengan stunting? Menurutnya, masalah ini secara nasional akan ditangani antar kementerian dan lembaga. Intervensi tidak hanya dari Kemenkes saja. Sebab dana penanggulangan stunting ada di setiap kementerian dan lembaga. Kemenkes hanya leading sector saja. Intervensi akan dimulai sejak sebelum menikah, setelah menikah, hamil, melahirkan, memelihara, hingga sekolah. Antara satu wilayah dengan yang lainnya akan mendapat intervensi berbeda dan sesuai dengan kearifan lokal.





(bersambung)

Testimoni: Media Handling Training

Siapa bilang Media Handling Skill hanya dibutuhkan oleh Private Sector? Untuk Board of Management?

Tidak percaya? Check this Out.

Untuk melihat Media Handling skill lain, bisa klik tautan ini (Institusi: KPK) dan lainnya.


Public Relation 4.0 di Kantor KPK RI

Saya menjadi satu dari dua pembicara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, beberapa waktu lalu. Pembicara pertama bicara soal media relation secara general, sementara saya lebih spesifik perihal Humas 4.0 atau Public Relation 4.0.

Jaman memang sudah berubah. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini berbeda dari 3, 4, 10 tahun lalu. Sejalan dengan itu, budaya baca masyarakat berubah dari semula kertas menjadi layar (screen) dari pembaca konten menjadi pembaca judul. Beberapa fungsi sosial juga turut mengalami perubahan, salah satunya soal Content Producer,  audiens, dan seterusnya. 

Dan, tentu banyak topik lain terkait dengan Humas 4.0 ..........

PS: Bagian terbaik lain dari sesi di KPK ini adalah, reuni teman teman lama :)




" 2 Days Workshop: Reporting SUSTAINABILITY Issues in Mass Media".

Saya, bersama tujuh wartawan lain ditunjuk oleh AJI Indonesia untuk menjadi fasilitator bagi penulisan Sustainability Issues di Indonesia. Kali ini kota yang dikunjungi adalah Balikpapan.

Sebelumnya kami berdelapan sudah di trainer dulu Training for Trainer oleh "master trainernya" dari Belanda sono.

Balikpapan adalah satu dari sekian kota yang kami kunjungi secara bergantian. Para wartawan dilatih dan belajar tentang SDG secara umum, isu isu terkait SDG untuk diliput oleh wartawan, membaca laporan SDG yang dibuat oleh korporasi korporasi dan menemukan "news value" dari laporan tersebut, dan terakhir mengemasnya menjadi sebuah story telling article. Kenapa story telling? Karena format ini yang PALING sesuai bagi karakter digital reader saat ini (( saya rekomendasikan perusahaan untuk memberikan pelatihan story telling ini bagi staf External Affairs/PR/Research&Dev/HRD)

Semua wartawan bersemangat mengikuti pelatihan ini. Banyak sekali ide ide yang keluar untuk diliput dan dijadikan tulisan panjang. Maklum lah isu SDG itu riil, dan seksi untuk diliput. Bosan kan meliput soal politik terus.......itu lagi, itu lagi.

Dan, bagian paling nikmat dari pelatihan kali ini adalah....setelah 2 hari memeras otak belajar, malam hari terakhir kami menyantapppppp seafood Balikpapan yang kondang itu. Kuyyyyyyyy!!!





Pelatihan Penulisan PRESS RELEASE & Media Handing 4.0


Pekan lalu selama 3 hari, saya menjadi salah satu trainer dan mentor untuk Pelatihan Penulisan Press Release & Komunikasi Publik 4.0 bagi para Staf Ahli Kementerian Pembangunan Manusia & Kebudayaan (PMK).

Seru. Total peserta sekitar 30-an, dan 99% adalah anak anak muda dibawah 35 tahunan. Fresh Blood.

Dari berbagai latihan menulis, dan personal evaluasi yang saya lakukan ada satu benang merah. Para peserta ini masih terbiasa dengan format penulisan akademik maupun formal report. Sementara ketika menulis Rilis, Anda harus berpikir bak seorang jurnalis handal. Piawai menyusun lead, menemukan judul yang 'menohok' namun tidak beresiko terhadap institusi dan menulis dalam format pyramida terbalik.  Catatan lain, peserta masih harus terus berlatih menemukan "berlian" pada konten yang hendak mereka 'jual' ke media.

Overall, SERU.
Sampai jumpa pada pelatihan berikut. 





(at least) Half of Human Race Should Have Been Die

Tayangan "Death Decoded" di stasiun National Geographic pagi ini mencengangkan sungguh.

Dari sistem 'Analisa Bahaya' (Danger Analysis System) yang dilakukan dibanyak lokasi di dunia dengan menggunakan ratusan riset, survey dan dibantu teknologi rekayasa adegan yang super canggih diketahui bahwa: Sebenarnya kita SEMUA hidup - literally - ditengah-tengah bahaya. Setidaknya SEPARUH dari umat manusia mestinya sudah mati, meninggal dunia, Gone! akibat kecelakaan, bencana, atau sakit penyakit yang menimpa dirinya:

We JUST did not notice that we should have been die:
  • Karena kabel dan struktur bangunan dimana kita berdiri sudah goyang  dan jika putus, kita akan jatuh dan mati konyol dari ketinggian puluhan meter 
  • Karena naik pesawat yang pilotnya tertidur saat penerbangan -- 56% pilot mengaku tertidur saat bertugas. Mungkin karena lelah atau karena sakit. 
  • Karena tergigit nyamuk malaria atau DBD tapi mungkin tidak terasa gigitannya,
  • Karena berdiri dekat bebatuan/lereng gunung yang sebenarnya sedang "bergerak" saat travel, 
  • Karena berkendara disebelah mobil/truk/kereta yang remnya blong dan jika tergelincir bisa saja menggusur semua kendaran disebelahnya, termasuk saya dan kamu,
  • Karena laki laki/perempuan yang berdiri disebelahmu mengidap penyakit menular akuut mematikan,
  • dan seterusnya, 
  • dan seterusnya. 

Bersyukurlah, bahwa Tuhan tidak pernah tidur dan selalu terjaga 24/7.

Untuk detailnya tonton link ini: at least half (or all) of human race should have been die by now





TIPS SOLO TRAVELLING KE BALI

Kalau mau seru, ubah "format" liburan kamu di Bali. Kalau biasanya 'in-group' lalu sewa mobil plus supir+BBM, sekarang coba cara lain. Berikut ini beberapa hal yang bisa kamu lakukan di Pulau Dewata saat sedang buang stress sendirian, alias Travel sendiri. Intinya harus Fun & Ga mahal mahal amat bujetnya.

*
Jakarta ini sumuk!
Saya selalu mengatakan ke banyak kawan: "Jakarta ini cocoknya buat cari duit doang. Bukan buat tinggal apalagi buang stress."

Ini Matematika Hidup Di Jakarta:
Udaranya salah satu yang paling polutan --->> body ga fit (minus-1) -->> macetnya ga tobat tobat juga (minus - 2) ----> Akibatnya orang malas keluar rumah, semuanya serba delivery. WARGA MAGER, body makin ga bugar (minus-3) ----> supaya gerak, maennya paling ke mall, liat doang ga mampu belik kecuali tajir wawa (minus-4) ----> Kerna ga bisa blanja, paling makan di foodcourt yang isinya FASTfood (minus -5). DST.

---------------- ------------------------

TIPS:
1. Berangkatlah ke Bali JANGAN pas weekend (jangan Jumat, kalau bisa sih weekday atau Minggu Pagi saat orang malah siap siap balik ke ibukota/kota besar lain)

1a. Bawalah baju yang tipis tipis. Saya mah ke Bali bawa t-shirt aja, warna hitam/gelap pulak. Lalu 1 celana panjang, 2 celana pendek, kemeja 1.  Nanti disana cuci-kering ajeeeee. Bali panas tauuk, cepet kering jemuran. Yang penting itu SUN GLASSES, SUN BLOCK, Sendal Jepit. Wis lah.

2. BOOKING MOTOR sejak dari Jakarta. Jadi begitu landing, sudah tersedia tu motor. Banyak koq penyewaan motor, bisa di cek di internet.  Nah ketika sewa motor, sewalah yang DEK DEPAN nya lowong biar bisa ngeletakin ransel/travelling bag.  Saya biasanya sih Vario karena alasan body. Tapi semua matic, dek depannya cukup lahh. Kalo motor manual ya susah.

Sewa motor Rp 50 ribuan per hari >> biasanya saya sewa seminggu sih, jadi lebih murah.

3. Kalau ga bisa bawa motor?  Usahakanlah belajar....gampang koq!!!!!

4. Kalau udah belajar ga bisa juga? SEWA MOBIL tapi setir sendiri, sewa aja yang matic biar ga capek karena Bali suka macet daerah Kerobokan dan Kuta sekitarnya. Sewa mobil kecil aja. Kaya Agya atau Karimun, kalau kamu beruntung bisa dapat sewa Rp 150 ribu/hari LEPAS KUNCI.

5. Book hotel buat SATU HARI pas nyampe aja. Nanti sisanya cari hotel disono. Itu gunanya bawa baju yang ringan ringan, biar ga berat dan bisa di"gotong" kemana mana cari hotel pake motor/mobil.

6. Di Bali sekarang sudah ada beberapa camping ground. Jadi kamu ga melulu hanya tinggal di hotel, bisa juga camping. Yang saya tau di Karangasem sono. Sewa tenda (dipasangin) Rp 150 ribu per malam ----- ada toilet umum dll koq. Jadi bukan yang extreme harus bawa sekop kalau mau BAB wkwkwkwkw.

7. Makan ga usah harus di restoran. Di Bali itu banyak warung tegal, tapi di jalan yang lebih kecil (belok sekali atau dua kali dari jalan utama). Sekali makan paling 15 rebong udah lengkap 4 sehat 5 sempurna dan TIDAK pake mencret koq.

8. Di BALI bertualanglah dengan motor/mobil mu. CARI pantai pantai yang sepi.....dengan modal nanya warung atau tukang jual BBM botolan itu. Warga Bali baek baek kalau ditanyain. Saya sengaja isi bensin selalu di warung, bukan SPBU. Isinya pun cuma 1 liter aja. Biar bisa dapat kesempatan ngobrol pas ngisi bensin BERIKUTNYA.  ------- Bercakap cakap dengan warga lokal itu therapy, menyenangkan...........kesederhanaan warga lokal Bali membuat kamu semakin jatuh cinta dengan pulau ini.

9. Kalau udah nemu pantai yang sepi, jangan buru buru pulang. ENJOY the scenery, the ambiance. ENJOY yourself. Rebahan lah di bibir pantai. Jangan takut kotor. Kalau takut kotor, ngorok aja di Jakarta sono. Listen to the wind. Talk to the sky...........Feel God, Feel good, feel Life.

10. Bali bukan hanya Kuta, Seminyak, Sanur, Pendawa, Tralala trilili.........There's a lot to explore.

So, cekidot. Go!







LUCKY DOG SHELTER - "The Guardian Angel"

BALI tidak hanya tentang pantai dan budaya, tapi juga tempat bermain bagi para pecinta guguk. Pagi hingga siang ini saya bertandang ke LUCKY DOG SHELTER BALI. Tempat ini dikelola oleh Claudia, bule dari Swiss. Ada puluhan guguk yang dirawatnya di tempat ini.....lucuuu lucuu dan patuh/jinak semuaah 😍😍😍. Kamu boleh adopsi atau sekedar membawa mereka berjalan jalan ke pantai..tentu atas seijin Claudia dan kudu dibalikin yak. Kisah bagaimana para anabul ini ditemukan, adalah drama tersendiri. Sedih. Kadang saya bingung, manusia koq lebih kejam dari binatang perangainya. Katanya mahluk beradab, tapi koq sering biadab. Yang paling sering tentu anabul guguk yg dibuang oleh tuannya. Ada yang karena balik ke negaranya sono, ada yang karena faktrr ekonomi....ada juga yang dibuang karena sudah dewasa dan TIDAK IMUT dan LUCU lagi. Edan!!!!! Di jalanan para guguk ini pun tidak 100% aman. Manusia kejam bebal mengintai dan tak jarang menimpuki mereka, atau ada yang menyiram dengan air panas atau lainnya. Ah, sudahlah...emosi kalau membahasnya. Yang menghibur hati adalah, dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat bagaimana Claudia memelihara para guguk ini dengan sangat telaten. Saya sering bertandang ke dog shelter di Jakarta. Kadang terkesan jorok dan berbau tempatnya. Tapi tidak di tempat ini. Para guguk kulitnya bersih, dan ngga ada yang kerempeng kurang gizi. Mereka dikasi makan 2 kali sehari, dengan dry food juga makanan basah (nasi+daging). Plus, rajin dimandikan. Tidak hanya di shelter, setiap pagi dengan motor maticnya, Claudia berkeliling sembari membawa DRY FOOD secukupnya untuk dibagikan kepada anjing anjing jalanan yang tak terurus. Makanya jangan heran,, menjelang jam 8 pagi....para guguk sudah standby duduk manis berjejeran di pinggir jalan menunggu malaikat penolong mereka lewat dengan makanan. What a beautiful scene.

Salut untuk perempuan ini. Semoga kebaikannya dibalas Tuhan berlipat ganda. Amin. Alamat: JL PENGIPIAN 4A, KEROBOKAN, BALI MONGGO YANG MAU BANTU. Bisa makanan, bisa handuk, bisa selimut atau mainan.

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan anjing Gambar mungkin berisi: anjing Keterangan foto tidak tersedia. Gambar mungkin berisi: anjing Gambar mungkin berisi: 1 orang, tersenyum, duduk

Saat Wartawan Angkat Bicara


........tentang tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan jumlah anak kurang gizi (Stunting) di Indonesia, walau sudah puluhan tahun merdeka.

*
Biarlah parpol enggan jadi oposisi, selama Media konsisten mengkritisi

Sadar tidak sadar, setiap jurnalis (wartawn) adalah Big Data Berjalan, a.k.a Portable Hard Disc. Mereka punya akses terhadap para pembuat keputusan, akses terhadap data dan masuk ke ruang ruang publik bahkan ruang tersembunyi. Semua atas nama 'demi kepentingan massa.'

Maka, sesungguhnya wartawanlah yang paling valid menjadi Pengkritik Objektif == tentu dengan catatan, ketika tidak ada titipan atau conflict of interest pada dirinya ==

Beberapa waktu lalu, saya melakukan semacam Forum Grup Diskusi dengan belasan wartawan kesehatan dari belasan media nasional. Diskusi ini bagian dari program edukasi liputan kesehatan selama tiga bulan, yang dilakukan  AJI INDONESIA bekerjasama dengan  Danone Indonesia bertajuk Health and Nutrition Journalist Academy atau HNJA 2019.

Salah satu pertanyaan besar diskusi adalah: Mengapa masalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Prosentasi Anak Stunting di Indonesia, sulit sekali diturunkan. Padahal sudah puluhan tahun sejak kita merdeka. Boro boro turun, kini jumlah kematian ibu & angka stunting Indonesia masuk TIGA tertinggi di dunia. Kita ini sudah bisa masuk kategori Negara Maju....dalam hal kematian & pesakitan. ADA APA INI? 


Dan, inilah pendapat para jurnalis dari apa yang telah mereka pantau, dengar dan lihat baik di lapangan maupun dalam sesi sesi pembelajaran.

So, government....check this out:

  1. Kebijakan pemerintah seringkali tidak sampai dan tidak dipahami sampai ke daerah daerah, termasuk wilayah yang remote/terpencil. Hanya berkutat diseputar pemangku kebijakan dan lingkungan kepemerintahan pusat atau propinsi.
  2. Pemerintah selama ini hanya fokus masa DAMPAK atau di sisi hilir, bukan berkutat di sisi HULU. Padahal banyak masalah berakar dari pola pikir masyarkat dan kebiasaan hidup.
  3. Pemerintah harusnya memperkuat mulai dari level 'KELUARGA' - karena kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pola hidup sehat masih rendah. Fungsi RT/RW harusnya diperkuat dengan kondisi geografi yang sangat sporadis seperti Indonesia.
  4. Pemerintah terlalu fokus pada urusan ekonomi, atau yang lainnya, yang pasti masih kurang pada urusan kesehatan. Padahal Kesehatan adalah bottom line dari Kesejahteraan Rakyat. 
  5. Pemerintah terlalu ambisius untuk mencapai target SDG, ibaratnya 'napsu besar tenaga kurang'. 
  6. Pemerintah terlalu fokus pada penyakit penyakit katastropik. Urusan kesehatan ibu, juga gizi anak dan kesehatan remaja terutama putri terabaikan. 
  7. Masih ada kendala dari aspek budaya, bahwa 'Hidup Mati Urusan Tuhan'. 
  8. Strategi Komunikasi pemerintah tumpul, salah satunya tentang GERMAS yang tak terasa gaungnya sama sekali. 
  9. PUSKESMAS harus diperkuat kembali. Sekarang akses ke puskesmas di daerah juga tidak bagus, tenaga kesehatannya pun sangat kurang. kalaupun ada tidak mumpuni dan tidak teredukasi dengan baik. Jadi, PERKUAT PUSKESMAS dari segi peralatan dan tenaga kesehatannya.
  10. Berdayakan para Antropolog di Indonesia. Karena seringkali pendekatan budaya dilepaskan dari urusan kesehatan, padahal masalah kesehatan titik awalnya adalah POLA PIKIR.
  11. Jadikan pengentasan Angka Kematian Ibu dan Angka Stunting sebagai KPI (Key Performance Indicator) bagi pemerintah daerah. Dengan demikian mereka lebih serius mengurusinya, tidak melulu tentang pendapatan daerah. 
  12. Pendidikan soal GIZI, masukkan ke kurikulum. 
  13. Berdayakan para Dukun Beranak, dengan cara di edukasi ulang lalu disertifikasi.
  14. Segera tetapkan Batas Usia Nikah 21 tahun dan wajibkan pendidikan Pra-Nikah bagi para remaja dan calon pengantin.
  15. Berikan tunjangan lebih bagi para Tenaga Medis di wilayah terpencil. Dengan demikian mereka tidak lagi harus memikirkan urusan dapur dan fokus pada pekerjaan. Plus sebagai insentif tambahan...
  16. Manfaatkan Buzzer - Buzzer dan libatkan dalam Kampanye Nasional Kesehatan RI.

FS - Kepsek HNJA 2017-2019



Bahayanya Negara Tanpa Oposisi



Sewaktu mengetahui Presiden Jokowi menunjuk Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, perasaan rada campur aduk. Lega iya...karena berharap para 'Cebong' dan 'Kampret' berdamai segera. Tapi, rada was was juga, karena lalu....siapa yang jadi oposisi pemerintah? Tadinya sih berharap pada Gerindra jadi partai watchdog, karena prosentase kemenangan partainya di parlemen kan nomor dua.

Keseimbangan itu mutlak ada dalam segala aspek di alam semesta. Bukan cuma urusan menjalankan negara. Selalu harus ada "Dua Sisi Mata Uang". Ada Check and Balance, Check & Recheck, Utara - Selatan, Pahit - Manis dan tentu saja Setuju - Kurang Setuju.

Tanpa oposisi, nanti negara jadi kaya berjalan tidak seimbang. Oleng.Kurang seru.Oposisi kan bukan berarti benci (Asal Jokowi, salah!) tapi mengkritisi, menanyakan argumentasi, premis-premis apa yang digunakan dari sebuah kebijakan.

Sebenarnya ada SATU hal yang lebih berbahaya dari urusan 'kurang seru' di atas,

Komunikasi politik mengenal satu teori yang jarang disebut orang, "Spiral of Silence Theory" atau bahasa Indonesianya kira kira Teori Pegas Kesunyian (kaya kurang pas, tapi begitulah).  Intinya, ketika ada satu kekuatan yang terlalu kuat....begitu kuatnya sampai massa "takut" dan sungkan untuk buka suara maka mereka ibarat pegas spiral yang ditekan. Semakin partai politik habis habisan membela Jokowi, tekanan terhadap pegas (suara massa yang berontak) juga makin kuat, dan semakin kuat. Bahayanya adalah, sama seperti spiral, pada saat kekuatan yang menekan melemah maka pegas akan melenting begitu kuatnya. Tak jarang daya lenting pegas malah lebih besar dari daya yang menekannya. Bahkan sangkin kuatnya, manusia yang menekanpun ikut terlempar.

Fenomena Spiral of Silence ini yang terjadi pada masa Orde Baru.

Karena takut, massa kebanyakan memilih diam. Sampai kemudian Orba melemah (karena satu dan lain hal yang tak dibahas disini)...maka lentingan amuk massa tak lagi terbendung. Dan lihat saja, daya lentingnya mampu 'menjatuhkan' rejim yang berkuasa 32 tahun.

Massa yang kuat, adalah massa yang dipaksa/terpaksa diam untuk waktu yang sangat lama. Itu gunanya Oposisi, yaitu sebagai perpanjangan mulut masyarakat yang tak setuju atau kurang paham akan keputusan pemerintah.

Kalau sudah begini, lalu bagaimana? Kebijakan pemerintah kan tak selamanya pasti sempurna?.



ttd,
Saya, dosen tak tetap sebuah kampus di Jekardah

Bapak KNKT, Koq Cengengesan Umumkan Penyebab Jatuhnya LION?

Pagi ini sebelum menyelesaikan beberapa materi kuliah, saya sempatkan membuka detik.com. Lalu, berita soal penyebab JATUHNYA LION AIR di KARAWANG muncul di Timeline.  Seperti yang sering saya ungkapkan saat memberi sesi Media Handling: Bad News itu ada tingkatannya, ada jenjangnya. Dan berita jatuhnya pesawat terbang termasuk kategori bad news ter-buruk. Artinya, akan menyita perhatian publik amat sangat.

Saya 'klik' pada berita, jreng...jreng!!! sebelum mulai membaca konten, mata saya langsung tertegun melihat Photo DAN captionnya. Saya co-pas disini poto yang saya maksud, dan tolong jawab saya......adakah yang TAK PATUT pada photo ini?

......
.....
......

Sudah nemu?
Ya, benar!!!  Captionnya soal penyebab jatuhnya pesawat, tapi koq cengengesan? Saya jadi bertanya tanya, ini foto beneran pas KonPers soal jatuhnya Lion atau pas momen lain?

Jika memang foto di atas adalah saat konpers jatuhnya Lion --- yang semua penungpangnya meninggal dunia itu -- maka "Bapak bapak pejabat KNKT, Anda perlu belajar bagaimana berbicara di depan publik sebelum menjadi pejabat. Bahasa non verbal Anda (tidak semua mungkin, setidaknya yang tertangkap pada kamera ini) sangat mengganggu." 


Indonesia Terancam Jadi Negeri Hobit

<>

Di salah satu sesi HNJA (Health Nutrition Journalist Academy) 2019 bberapa waktu lalu salah satu pembicara cukup membuat saya kaget. Menurut beliau, tinggi rata rata orang Indonesia terus menurun. Saat ini tercatat di angka 160 cm. Bandingkan dengan Jepang, 170 cm. Perih juga dengarnya secara pas menjajah Indonesia dulu negeri matahari terbit ini terkenal dengan postur tubuh masyarakatnya yang pendek.

Ada apa gerangan?

Stunting dan masalah gizi. Jangan berpikir anak anak saja yang terpapar masalah gizi, orang dewasa juga. Pola hidup salah satu alasan utama ini terjadi. Manusia digital sekarang semua serba mager. Orangtua mager, anak anaknya pun ikutan mager. Apalagi sudah ada jasa layanan antar jemput makanan...astaga! terfasilitasi lah semua kemalasan tersebut. Sudah kurang gizi, gizi tak seimbang, malas gerak pulak. Lalu bagaimana tulang akan terus bertumbuh? Beberapa riset jelas menyebutkan aktifitas seperti melompat -- atau  olahraga lain yang menarik tulang dan meningkatkan pasokan darah terhadap tulang - dapat menambah peninggian badan. Sekarang? boro boro melompat, menyebrang jalan saja kalau bisa pakai OJOL.

Berikut ini beberapa data data resmi dari pemerintah untuk menggambarkan betapa serius masalah GIZI ini di negara kita.


MASALAH SAMPAH PLASTIK SUDAH RED ALERT

.......adalah 6 bulan lalu, saat tak sengaja menonton tayangan Discovery Channel. Topiknya: sampah PLASTIK. Awalnya datar saja .... Sampai kemudian scene 'Plastik telah memenuhi sebagian pojokan Antartika, mengancam kehidupan pinguin, beruang kutub dan mahluk lucu lainnya disana. Saya ingat betul....mata terasa manas, berkaca kaca dan tak lama beberapa butir air hangat mengalir dari sana. Kemarin, bersama para wartawan 15 media nasional saya bertandang ke BALI PET, tempat pengelolaan sampah plastik binaan Danone A small step to save our mother nature. Btw, saya suka slogan mereka: We only have ONE planet, and ONE life. Smoga bs diejawantahkan menjadi program yang ramah bumi. Jangan cuma lips service doang. Amin. Buat teman yang belum tau, pada saat saya menulis postingan ini, INDONESIA masuk ranking 2 kategori negara penyumbang sampah plastik terbesar di DUNIA.. Head to head dengan China. Hastaga, negara lain mah rankin 2 besar untuk prestasi yang baik baik, ini koq ya penyumbang sampah terbesar. Susah memang untuk dipercaya, sampai suatu saat Anda bertandang ke lokasi pengelolaan sampah plastik semacam Bali Pet ini. Bayangkan, setiap buruh setidaknya "memegang" 1000 botol plastik per hari. Tugas mereka mengecek satu persatu botol plastik tersebut, adakah cacatnya....lalu jangan lupa tuk mencabuti label label merk pada body botol. Skali, lagi BAYANGKAN...1 buruh 1000 botol. Di tempat ini setidaknya ada 7-8 buruh yang berarti 8000 botol. Itu baru dari SATU industri berskala kecil menengah ini saja. Itu baru sampah botol plastik. Yang paling parah tentu kemasan kemasan plastik, juga termasuk tas keresek yang bisa dengan gampang Anda temukan "mengerut" terbawa ombak dan terdampar di pantai pantai. Atau, tak jarang yang sampai tertanah tanah di daratan.


JOURNALIST IN BLOOD

Sekarang, saya sudah tidak lagi aktif menjadi wartawan. Dalam arti tidak lagi mencari berita.Tapi tidak sedetik pun bidang jurnalistik benar benar saya tinggalkan sejak kali pertama saya berkarir di dunia media, 1996, hingga detik ini.

Selama 7 tahun terakhir saya menjadi MENTOR di Sekolah Jurnalis AJI INDONESIA. Saya juga menjadi Kepala Sekolah pada program 3 bulanan "Health and Nutrition Journalist Academy (HNJA) dan Co Mentor Utama (Wakepsek) untuk "Banking Journalist Academy (BJA)."

Saya sangat mencintai dunia kewartawanan (journalism): Dulu pelaku, kini pengajar.  Yep! Journalism is in my blood, my genetic. 

DAMPAK NEGATIF MEDIA PADA ANAK - Family Communication



 Saya diundang untuk memberikan pemaparan dan pandanga tentang dampak negatif MEDIA DIGITAL terhadap anak, oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) beberapa waktu lalu.

Children can easily cultivated by media, adults don't.

Saya katakan kepada para staf ahli kementrian, dan instansi terkait, bahwa "Ada alasan Tuhan mencipatakan umur." tapi seringkali orang dewasa memperlakukan anak anak selayaknya remaja, atau bahkan dewasa. Mereka lupa bahwa perkembangan cognitive, apalagi wisdom manusia itu tidak serta merta sempurna sedari balita. Anak, belum sempurna sense of right or wrongnya...at least sebelum mereka 13 tahun.  Sayangnya, media digital sekarang ini seakan tak peduli.........sikat bleh! Dan kekerasan pun ada dimana mana...lebih parah, generasi muda seperti numb/kebal/baal terhadap kekerasan. Dianggap biasa....dianggap keseruan....dianggap adegan game.

Feby Siahaan
Communication Enthusiast

MEDIA HANDLING TRAINING: KEMENTRIAN PERDAGANGAN (Eselon 1&2)

Reputasi adalah salah satu elemen penting bagi sebuah institusi, juga perseorangan.  Dan, baik buruknya reputasi seseorang tergantung seberapa piawai ia (atau perusahaan) dalam berkomunikasi dengan publik. Kenapa publik? Karena elemen yang menentukan apakah reputasi baik, atau buruk ya PUBLIK.  Seharum harumnya nama sebuah perusahaan di kalangan karyawan, tapi JIKA dimata publik reputasinya hancur, pembohong, penuh penipuan.....maka suara hati karyawan seperti tidak lagi bermakna.

Nah, dalam komunikasi massa maka MEDIA adalah perantara antara seseorang/institusi dengan publik. Media adalah MEDIATOR  Media adalah perpanjangan tangan masyarakat. Maka, saat media menangkap "sinyal buruk" pada Anda, besar kemungkinan sinyal buruk tersebut akan menjadi suara publik. Ya, suara media acap kali juga menjadi suara publik Karena media/pers adalah pembentuk opini publik.

Itu sebabnya, pelatihan wawancara ketika berkomunikasi dengan PERS/WARTAWAN/MEDIA adalah sebuah URGENSI.

REPUTASI adalah intangible asset yang jangan dianggap remeh.

Selama 10 tahun terakhir, pengalaman saya menjadi wartawan TEMPO juga mentor dan pengajar di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia telah saya sharing kepada ratusan hingga lebih dari seribu orang melalu Media Handling Training atau Media Workshop.

Ribuan pembaca juga telah membaca buku saya: I CAN SMELL YOUR BLOOD - 42 Kesalahan Juru Bicara dan Manajemen ketika menghadapi Media.

-----

Feby Siahaan
0815 11 0101 66
Communication Enthusiast

MEDIA HANDLING TRAINING