Welcome to My Website. I studied engineering but later became a journalist, who then "rewarded" me with a Master's degree in Finance & Accounting ... but in the last 10 years, I trained and shared COMMUNICATION skills - not about money, or building materials. I fell in love with this knowledge, then deepened it scientifically as a Master in Communication Science. Now, I teach from Interpersonal, Self-Concept, Creative Writing, Family Communication to Media Handling Skills in corporations, government, and campus. That is ... my life is full of surprises and unusual dynamics.To know more about me, please follow my FB&IG at Feby.Siahaan

KEHILANGAN


Namaku Isaac Benino, biasa dipanggil Nino. Aku hanyalah anak satu-satunya dari keluarga sederhana yang tinggal di kota Bekasi. Akupun hanyalah anak yang bisa dibilang biasa saja dalam hal akademik. Karena aku anak tunggal, bukan berarti aku terus dimanja oleh kedua orang tuaku.

Kedua orang tuaku bukan termasuk orang tua yang memanjakan anaknya, namun bukan juga yang sering marah tak menentu. Ayahku orangnya tegas, sangat memperhatikan kedisplinan dan sikap. Ibuku orang yang suka menasehatiku, terkesan cukup banyak bicara namun tetap merupakan Ibu yang penyayang.

24 Juni 2019, kakekku dari ibuku seperti biasanya melakukan Medical Check Up di Penang, Malaysia untuk mengecek kondisi kesehatannya. Sebenarnya kondisi kakekku terlihat lebih sehat dari istrinya, nenekku. Tapi ternyata apa yang kita lihat dengan mata kita sendiri belum tentu sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Kakekku benar benar orang yang bijak, tidak banyak bicara, bisa dibilang pendiam dan yang terutama tekun dan pekerja keras. Dia benar benar sosok yang bisa dijadikan teladan mulai dari anak-anak, remaja bahkan dewasa sekalipun. Dengan mempunyai 6 orang anak, dia harus bekerja diberbagai tempat semasa ia muda di Medan. Diapun berhasil mendidik semua anaknya hingga sekarang  menjadi sukses.

Berbeda 180° dengan kakekku, nenekku orang yang banyak bicara, dan sangat tajam bila menyindir orang. Kata-katanya bisa menusuk hati. Namun nenekku tetap Ibu yang sangat penyayang bagi anak-anaknya, terlebih masakannya sangat enak. Kakek dan nenekku benar-benar kombinasi yang sempurna untuk sepasang suami istri.

Tanggal 25 Juni  benar benar hari yang mengejutkan bagi keluarga besar kami. Sehari setelah keberangkatan kakek dan nenekku cek kesehatan di Penang bersama anaknya yang kedua dan kelima, tante-tanteku. Sore harinya, sekitar pukul 5 sore,  tanteku memberitakan hal yang mengagetkan bagi kami semua. Kabar yang tidak pernah kami duga seumur hidup.

Ternyata kakekku yang selama ini terlihat lebih sehat mengidap penyakit Kanker di bagian pankreas, hati dan diduga sudah merambat hingga ke tulang belakangnya. Kankernya sudah mencapai stadium 4. Hal itu benar-benar memukulku dan keluargaku malam itu. Terlebih anak-anaknya, termasuk Ibuku yang menangis tak henti-henti sepanjang malam itu.

Yang membuat kami semua bingung ialah bagaimana cara menyampaikan hal itu ke kakekku. Apa yang akan ia katakan setelah tau kabar itu? Pada akhirnya setelah kembali ke rumhanya di Medan, semua dokumen hasil pemeriksaan disembunyikan  dari kakekku. Sementara kakekku tetap beristirahat agar penyakitnya tak menjadi semakin parah. Selama beberapa hari kami terus mendiskusikan dan memikirkan hal ini.

Beberapa hari kemudian, kami semua memutuskan untuk memberitahukan hal itu kepada kakekku setelah mendiskusikannya panjang lebar semalaman. Di pagi hari itu, seperti biasanya kakekku duduk di depan teras rumahnya untuk membaca koran. Kedua tanteku keluar, dan dengan nada pelan memberitahukan hal itu kepadanya.

Kakekku yang merupakan seorang dokter, ketika diberi surat pemeriksaan itu, tentu saja langsung menangkap separah apa sakit yang dideritanya. Namun diluar dugaan, setelah ia selesai membaca seluruh dokumen dalam kesunyian, diserahkannya semua kertas-kertas itu dalam diam, dan tetap melanjutkan aktivitasnya. Benar-benar sosok yang tegar dan kuat. Tidak pernah ia mengeluh karena penyakit yang diidapnya walau kami tau ia sering kesakitan akibat kanker di tulang belakangnya.

Oh iya, kenapa Ia tak dirawat saja untuk menyembuhkan penyakitnya? Karena dokter di Penang tersebut sudah mengangkat tangan dan menyerah untuk menyembuhkan penyakit kakekku. Bahkan dalam perkiraannya, kakekku hanya bisa bertahan dalam 4-5 bulan  saja.

Tapi beberapa hari kemudian, kakekku menyatakan keinginannya untuk dirawat dirumah sakit, hanya untuk mengurangi rasa sakitnya yang sudah tak tertahankan itu. Bahkan ke kamar kecil saja harus ditemani, jalan saja menggunakan kursi roda. Anak-anaknya pun menyetujui hal tersebut dan membawa kakekku ke Jakarta untuk diobati.

Akhirnya dari Medan, kami sekeluarga besar pulang kembali ke Jakarta bersama kakek dan nenek saya untuk merawatnya di Jakarta. Rencana awalnya hanya berobat jalan saja. Di rumah om saya di Jakarta, kakek saya dirasa bisa lebih senang karena dikelilingi oleh anak-anak yang dicintainya. Kamipun akan lebih mudah untuk merawatnya.

Di Jakarta, hampir setiap hari saya dan keluarga menjenguk kakekku baik di rumah maupun di rumah sakit. Kakekku dirawat di RS Siloam TB Simatupang. Dan ternyata dokter ahli kanker yang merawat kakekku tak lain adalah  muridnya saat menjadi dosen di Fakultas Kedokteran, USU Medan. Dokter yang merawat kakekku pun merasa sedih melihat keadaan dosennya dulu.

Karena dirasa tidak memungkinkan untuk berobat jalan karena kondisinya makin parah, badannya menguning, akhirnya kakekku dirawat inap di Rumah Sakit agar lebih mendapat perawatan lebih intensif. Tetap kamipun hampir tiap hari menemaninya di Rumah Sakit. Aku sepulang sekolah, dan ayahku sepulang kerja. Begitupun keluarga yang lainnya.

Perjalanan ke Rumah Sakit makin terasa biasa bagi kami, ibuku dan aku sepulang sekolah biasanya pergi ke Rumah Sakit menggunakan Grab. Di hari Sabtu, sepulang les aku dan kedua orangtuaku kesana. Begitu pula hari Minggu, sepulang Gereja kami pergi ke Rumah Sakit.

Kondisi kakekku  makin parah.

Dari yang dirawat di ruangan yang bisa dikunjungi banyak orang, menuju ke HCU yang dibatasi jumlah penjenguknya. Tidak boleh banyak orang yang menjenguknya. Kami menjadi terbatas dalam menemaninya, hanya nenekku saja yang boleh terus-terusan disana, itupun menggunakan masker agar steril.

Dari HCU pindah ICU yang lebih intensif. Kondisi kakekku sudah tak sadar. Sudah banyak terpasang alat medis di tubuhnya. Sangat sedih kami melihat kondisinya. Sudah banyak pula saudara dan rekan-rekannya yang menjenguknya. Sangat banyak orang yang peduli dengannya.

Akhir Juli, karena alat medispun sudah tak bisa membantu banyak akhirnya kakekku pindah ke ruang rawat semula agar bisa ditemani dengan semua anak dan cucunya. Hal itupun agar penjenguk lebih mudah untuk masuk menemani. Saat itu hari Senin aku izin pulang dari sekolah untuk melihat keadaan kakekku.

Waktu terus berlalu, kondisi kakekku pun makin parah, kesadaran kian berkurang, badan pun mulai terlihat makin menguning. Bahkan morfin pun tak cukup ampuh untuk menghilangkan rasa sakit yang dirasakan oleh kakekku. Kami semua sangat sedih melihat kondisinya yang biasanya sangat bugar dan sehat kini terbaring lemas dengan kondisi yang tak sadarkan diri. Kini, semua hanya bisa menemaninya sembari berdoa terus.

Akhirnya pada 3 Agustus 2019, hari Sabtu aku yang sedang siap-siap pergi ke les mendapat kabar bahwa kakekku terus kian melemah secara drastis, detak melemah, tekanan darah sangat lemah. Kami sekeluarga dengan kencangnya melaju menuju ke rumah sakit. Selama perjalanan kabar terus datang bahwa kondisi makin melemah.

Sekitar 13.15 WIB kami sampai di rumah sakit.

Pukul 13.43 WIB kakekku menghembuskan nafas terakhirnya di RS Siloam.

Pada keesokan harinya kami semua pulang, terbang ke rumah kakekku di Medan untuk mengikuti acara adat dan pemakanan disana. Saat itu saya baru sadar, banyak sekali yang sayang dan peduli dengan kakekku ini, melihat banyaknya kerumunan orang yang datang. Dalam prosesi adat banyak sekali kejadian-kejadian yang mengharukan, sampai-sampai saya dan yang lainnya pun tak sanggup membendung air mata.

Sungguh, kakekku benar-benar sosok inspirasi bagi banyak orang yang mengenalnya. Mulai dari istrinya, anak-anaknya, cucu-cucunya termasuk diriku. Ia juga inspirasi bagi rekan-rekannya semasa kuliah, rekan dosennya, murid-muridnya yang terhitung banyaknya, ada yang menjadi dokter dan perawat yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia dan Malaysia.

Kami semua benar-benar merasa kehilangan. Sangat banyak hal yang bisa diteladani dari kakekku. Mulai dari ketekunan, berkerja keras, rendah hati dan kebijaksanaannya. Ia merupakan sosok suami, ayah, dan kakek idaman semua orang. Benar-benar sosok yang menginspirasi saya hingga sekarang. 

Tidak ada komentar: