Ini perjalanan bersejarah. Tepatnya mengulang
sejarah…soalnya kali terakhir saya mengunjungi danau toba sekitar 13 tahun lalu
(cuma menginap, tidak pakai berkapal ria menuju pulau samsori eh samosir). Nah, kalau
mengarungi danau toba?........wahhhhh…..ini malah lebih gila lagi. Kalau tidak
salah 28 tahun lalu, waktu saya kelas 3 SMP. *wahhh ketauan deh usianya
hahahaha*
Rencananya sih dari danau toba mau melanjut ke kampong ogut
di Pearung, Balige sono. Tapi karena satu dan lain hal tak jadi. Simak
ceritanya, jangan kemana mana :D
*
28 tahun lalu, dari medan hingga danau toba ditempuh dengan
durasi kurang lebih 5-6 jam.
13 tahun lalu, dari medan hingga danau toba ditempuh dengan
durasi (masih) kurang lebih 5-6 jam.
KINI, jarak tempuh dari medan hingga danau toba
MASIH…..MASIH sodara sodara ditempuh dengan tempo 5-6 jam. Rutenya ya itu itu
juga…..Medan, Perbaungan, L.Pakam, Tebing Tinggi, Siantar, Parapat.
Bukanlah menurut teman ini aneh????? Berarti tidak ada pembangunan infrastruktur
dong??? Maapkan keluguan saya, tapi kalau dibandingkan Jakarta – Bandung
perasaan ada kemajuan deh dari segi waktu tempuh. Sepuluh tahun lalu lewat
puncak mungkin 4 jam, sekarang lewat cipularang mah 2 jam sajah. It calls:
HASIL PEMBANGUNAN.
Catatan #1: tolong ya bapak ibu pejabat pemda
sumut….dipikirkan itu soal jarak tempuh.
Pemandangan sepanjang jalan tapi berubah lho, yakni: BERTAMBAH BURUK. Jangan berharap lah dapat
pemandangan asri. Semrawut! Apalagi sekarang lagi musim hujan. Itu rumah rumah
banyak banget yang halaman tanahnya tergenangi air. Memang rata rata air belum
sampai memasuki rumahnya, tapi kebayang lah pasti nyamukan….dan ancaman
penyakit lain.
Jalan antar kota nya juga bukan yang standard jalan aspal
dengan kiri kanan pedestrian.
PEDESTRIAN? Huh!! Boro boro lah. Cuma jalan raya….lalu
dipinggir kiri kanannya ya jalan tanah biasa. Ngga tau juga kalau ada orang mau
jalan kaki harus lewat mana.
Catatan #2: Ibu walikota Surabaya mungkin perlu kita
pinjamkan ke kota kota sepanjang jalur parapet-medan biar : “disulapkan dulu kota kota tu biar jadi
cantekkk sikit (pake logat medan)”
gambarnya kurang jelas, tapi kalau diperhatikan...antara dua rumah itu adalah genangan |
tak ada trotoarrr......kalau hujan becekkkk/banjerrrr |
Potensi budaya sebenarnya banyak yang bisa 'disisipkan' disepanjang rute Medan Parapat ini. Karena, beberapa kali saya menemukan bangunan bangunan KUNO....rumah lama 2 lantai dari kayu. Mirip Rumah Baba di Neil Road Singapore itu. Tapi yang ini kosong, tak terurus dan tak berpenghuni. Mungkin turunan dari yang punya rumah "putus" (entah pindah ke LN, atau meninggal tak ada penerusnya). Sayang sekali......
*
Brangkat jam 9….hampir jam 3 an setelah 1 jam makan di
Siantar.
Kami berangkat berlima (3 dewasa/saya,sodara dan ipar dan 2 anak anak) menginap di Hotel
Inxx, Parapat. Sewaktu check in antrean
tamu tampak disekitar resepsionis.
Mungkin karena libur Natal dan menjelang tahun baru jadi banyak yang mau
liburan. Untungnya kami sudah membeli voucher hotel duluan….jadi kaga usah
rebutan ama ‘the batak’ers’ lain diresepsionis.
Detail booking-an:
Villa tipe FAMILY (with Two) ROOM dengan harga Rp 2 juta per malam
(tepatnya Rp 1,95 juta). Mahal gila!!!!!
Tapi konon ini hotel lumayan punya, bintang TIGA. Jadi saya pikir…..yaaaaaaa…….maybe its comfort worth the price!
Berjalan dari lobby depan menuju villa kami (no. 137)
perasaan saya agak agak kurang sreg.
Jorok. Taman (bukan taman juga sih, rerumputan disektor
depan hotel tepatnya) tampak semrawut dengan sampah berserakan. Kami juga harus melewati pintu masuk samping
aula hotel yang selalu dijadikan tempat makan pagi/siang/malam….. lantai teras
pintu samping KOTOR, berabu (maklum pintu sampingnya itu kayanya kaga pernah
dijadikan entrance…ditutup terus).
Oiya, btw, Hotel Inxx Parapat ini mencantumkan TIGA BINTANG
pada papan nama utama depan hotelnya. Dan satu lagi, hotel ini adalah salah satu harta pemerintah alias BUMN/BUMD.
Feeling saya kurang enak tentang hotel ini .
Benar saja. Awalnya saya bayangkan yang namanya villa ya ada
ruang ruang kamarnya. Lha, ternyata yang
namanya dua kamar tidur itu adalah satu ruangan seluas 4x8 m2 yang disekat
partisi 7/8 (maksudnya partisinya juga tidak full hingga ke langit langit
kamar). Tidak hanya itu, lemari kayunya
sudah rusak. Handlenya bolong, dan sudah tidak bergeser dari relnya. Kalaupun pintunya tidak RINGSEK seperti itu,
jangan haraplah saya mau menyimpan pakaian didalamnya. Papannya keset, berserabut dan akan merusak
serat serat baju Anda. Parah!
Lemari esnya (ukuran kecil minibar)bau karena tidak
terpasang kelistrik (entah sudah berapa lama tak terpasang). Dalamnya pun kotor dan bagian bawah lemari es
entah sudah berapa lama tidak dipel.
Oiya, ternyata tidak hanya bagian kolong minibar….kami juga menemukan
plastik plastic sisa makanan dibawah tempat tidur.
Dan, satu lagi yang agak membuat kaget: KAGA ada AC nya,
bow.
Gini lho ya teman teman, saya juga mudeng kalau danau toba
dimusim hujan itu akan adem, semriwing dimalam hari. Tapi dengan harga Rp 2
juta per malam, dengan kualitas seperti ini dan TANPA AC rasanya koq ya kaya
dirampok habis habisan. AC toh gunanya
tak hanya untuk bikin adem, tapi juga buat menghalau nyamuk. Soalnya tanpa AC mau tak mau harus buka kaca
kaca nako-nya itu…lha itu mah pintu masup buat seranggaan dan nyamuk lha. And
you paid Rp 2 million for that? Kalau
cuma Gopek ribu sih kita rela rela aja bos.
Satu lagi: kaca nakonya ilang satu! Dan selama 3 hari dua malam kami menginap tak
juga diperbaiki. Padahal saudara saya sudah tereak tereak via telpon atau
‘live’ memanggil siapapun pegawainya yang lalu lalang disekitar villa itu. Ngga ngaruh!
Terakhir, dari salah satu bapak yang membantu mengepel
kolong kolong (Bapak Sirait) kami tau bahwa para pegawainya itu ternyata
kebanyakan pegawai HARIAN. Gile uda kaya
pekerja bangunan aja, harian. Asal comot aja. Pantesan plenga plengo……disuru
ngapa ngapain aja kaga ngartos. Gimana
sih, hotel bintang tiga tapi mempekerjakan pegawai harian?????
Oiya, menurut bapak sirait….kaga usah berharap itu jendela
nako bakal diperbaiki.
“Itu sudah mau dua tahunn buu……ngga juga itu diperbaiki.”
Bah????
*
Kegundahan agak sedikit terobati ketika tau ternyata biaya
Rp 2 juta itu udah include makan pagi, siang dan malam buat 4 tamu.
Tapi, malamnya pas melihat menu……yahhhhhh, ini mah kalau
diwarung per per orang paling kena Rp 25 ribu, dikali empat jatuhnya seratus
ribu kali 3 kali makan jadi Rp 300 ribu. Tetep aja harga Rp 1,7 juta
kemahalan. Ternyata hotel bintang tiga
inipun tidak mempersiapkan jumlah makanan yang sesuai dengan tamunya. Kami
harus buru buru makan dan berlomba bersama tamu lain. Jam makan memang jam 7-9
malam. Tapi kalau datang jam 8 paling dapat sisa sisanya doing…..siap siap aja
makan nasi plus krupuk
tamuuu antreeeeeee......dan cuma bisa menatap nanarrrr panci panci kosonggg (padahal dah bayar) |
Sebenarnya hotel ini punya potensi besar buat berkembang, arealnya luas pisan bow……. Trus lumayan asri luarnya walau belum maksimal digarap. Oiya, satu lagi….dia punya ‘pantai’ sendiri. Tidak lebar/panjang sih….paling bentangnnya 20 meteran. Tapi lumayan buat anak anak berenang. Sebenarnya bentang itu bisa lebih dari 20 meter kalau saja jetski, sepeda aer dan kapal kapal boat itu tidak nebeng parkir diaeral pantai pantaian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar